Rabu, 22 April 2015

Congkak sebagai Media Pembelajaran Matematika dan Konservasi Permainan Tradisional


 Budaya di Indonesia nan eksotik dan beranekaragam. Upaya konservasi terhadap permainan tradisional tidak cukup sekedar menuliskannya dalam bentuk dokumentasi sehingga anak-anak hanya mengenalnya dalam bentuk gambar. Hal yang tidak dipungkiri bahwa diantara mata pelajaran yang diajarkan kepada anak di sekolah dasar misalnya Matematika merupakan momok mata pelajaran yang ditakuti, mengapa demikian? perspektif saya sebagai penulis juga merasakan hal demikian.
Menurut Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya.
2. Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
3. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat
4. Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna
5. Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
a. Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
b. Suka memuji diri sendiri
c. Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak penting
d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya
e. Suka meremehkan orang lain
2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
a. Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
 
             Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.

Menurut Briggs dalam http://belajarpsikologi.com/pengertian-media-pembelajaran/ (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. 

     Congklak dalam http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/congkak3.jpg adalah permainan rakyat yang sudah berkembang cukup lama di kawasan Melayu dengan sebutan yang berbeda-beda. Di Malaysia dan beberapa daerah di Kepulauan Riau dikenal dengan Congkak, di Filipina disebut sungka, di Srilangka dikenal dengan cangka, di Thailand tungkayon dan di beberapa daerah lain di Indoonesia seperti di Sulawesi disebut mokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata. Ada juga yang menyebutnya congkak, seperti daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa.
         Cara permainan dalam congkak melibatkan kemampuan anak dalam mengenal bilangan seperti halnya dalam setiap lekukan yang harus di isi dengan 5 buah batu/kerang. Pengenalan konsep penjumalahan, pengurangan, perkalian dan pembagian terlihat dalam proses memainkan permainan ini. 

Permainan ini dilakukan oleh perempuan baik anak-anak maupun dewasa dan merupakan pengisi waktu senggang. Pemain berjumlah 2 (dua) orang. Alat permainan terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu dengan ukuran panjang 80 cm, lebar 15 cm dan tinggi 10 cm. Pada kedua ujungnya terdapat logak yaitu lubang yang tidak tembus berbentuk seperti setengah bulatan bola, bergaris tengah 10 cm. Kedua lubang itu disebut indung atau lubang induk. Antara kedua indung terdapat dua deret lubang berukuran lebih kecil, kira-kira berdiameter 5 cm dan setiap deret berjumlah 7 lubang. Alat tersebut dilengkapi dengan biji-bijian untuk pengisi lubang-lubang congkak, biasanya berupa biji asem, sawo atau biji tanjung. Di daerah pesisir biji-bijian itu diganti dengan kewuk atau kulit kerang.
Cara permainan congkak yaitu setiap lubang diisi tujuh butir sehingga seluruhnya memerlukan 98 butir (dua deret x 7 lubang x 7 butir). Pada umunya bermain congkak dilakukan sambil duduk bersimpuh di atas lantai saling berhadapan dengan lawannya dan masing-masing menghadapi sederet lubang congkak. Tidak ada ketentuan lubang mana yang pertama diambil, tetapi keduanya sama-sama meraup biji-biji yang ada pada salah satu lubang pada deretan yang dihadapinya. Selanjutnya diisikan pada setiap lubang masing-masing sebutir. Arah pengisian seperti arah jarum jam yaitu dari kanan ke kiri, sehingga lubang induknya terisi juga sebutir dan satu buah lubang menjadi kosong. Permainan dilanjutkan untuk yang kedua kali. Kedua pemain meraup kembali biji-biji pada salah satu lubang kecil, lalu diisikan pada lubang lainnya. Pengambilan biji kali ini perlu seteliti mungkin karena lubang yang diisi tidak hanya miliknya, tetapi juga milik lawan dan kemungkinan biji terakhir jatuh pada lubang kosong. Bila ternyata demikian dalah seorang pemain kalah dan untuk sementara ditunda permainannya. Tetapi bila keduanya sama-sama cerdik artinya tidak ada yang mengisi lubang kosong, permainan dilanjutkan hingga salah seorang dinyatakan kalah.
Pemain yang lain melanjutkan permainan dan berusaha agar dapat mengisi lubang induk sebanyak-banyaknya dan tidak mengisi lubang kosong. Biji milik lawan dapat menjadi miliknya dengan cara nembak yaitu biji terkahir jatuh pada lubang yang kosong dan secara kebetulan lubang di depannya penuh dengan biji, maka biji itu dapat diambil dan mengisi lubang induknya. Dalam hal ini kejujuran pemain turut menentukan, karena bisa saja berlaku curang dengan memasukkan dua biji sekaligus dalam satu lubang, bila pengisian telah mendekati lubang kosong. Permainan terus berlanjut dengan saling bergantian dan baru berakhir setelah lubang salah seorang pemain kosong.
Bila permainan akan dilanjutkan pada babak berikutnya, lubang-lubang kembali diisi. Kemungkinan terjadi lubang salah seorang pemain ada yang kosong karena biji miliknya terambil oleh lawan yang disebut pecong dan hal itu merupakan kekalahan. Namun, bila pada deretnya masih terdapat biji-bijian dinyatakan meunang papan dan dia akan menjadi pemain pertama pada permainan berikutnya. Permainan congkak tidak mempunyai bats waktu, dapat dilaksanakan berulangkali dan kapan saja.
Nilai budaya yang dapat diambil dari permainan congkak yaitu ketelitian, kecerdasan dan kejujuran. Ketelitian dituntut agar ketika memasukkan buah congkak tidak salah, seperti salah memasukkan buah congkak ke lubang induk pemain lawan, atau kesalahan-kesalahan lain. Kecerdasan dibutuhkan agar seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut. Dan nilai kejujuran diharapkan agar masing-masing pemain bersikap sportif, dan tidak menipu lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan lengah.
Sumber: Direktorat Permuseuman. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman. http://melayuonline.com/ind
 Sumber gambar : http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/congkak3.jpg

0 komentar:

Posting Komentar