Budaya di Indonesia nan eksotik dan beranekaragam. Upaya konservasi terhadap permainan tradisional tidak cukup sekedar menuliskannya dalam bentuk dokumentasi sehingga anak-anak hanya mengenalnya dalam bentuk gambar. Hal yang tidak dipungkiri bahwa diantara mata pelajaran yang diajarkan kepada anak di sekolah dasar misalnya Matematika merupakan momok mata pelajaran yang ditakuti, mengapa demikian? perspektif saya sebagai penulis juga merasakan hal demikian.
Menurut
Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Anak
merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia
sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap
kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki
minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya.
2. Anak
adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan
menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
3. Anak
ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin
aktif, belajar, dan berbuat
4. Anak
mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang
seringkali kurang penting/bermakna
5. Anak kaya
akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman
seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami
orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan
hipotesis dan memecahkan masalah.
Berkaitan
dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat
diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1.
Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
a. Ada
hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
b. Suka
memuji diri sendiri
c. Apabila
tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak penting
d. Suka
membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya
e. Suka
meremehkan orang lain
2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
a.
Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
b. Ingin
tahu, ingin belajar, dan realistis
c. Timbul
minat pada pelajaran-pelajaran khusus
d. Anak
memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di
sekolah.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun)
ada pada stadium operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu
merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu
belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang
tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.
Menurut Briggs dalam http://belajarpsikologi.com/pengertian-media-pembelajaran/ (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.
Congklak dalam http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/congkak3.jpg
adalah permainan rakyat yang sudah berkembang cukup lama di kawasan
Melayu dengan sebutan yang berbeda-beda. Di Malaysia dan beberapa daerah
di Kepulauan Riau dikenal dengan Congkak, di Filipina disebut sungka, di Srilangka dikenal dengan cangka, di Thailand tungkayon dan di beberapa daerah lain di Indoonesia seperti di Sulawesi disebut mokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata. Ada juga yang menyebutnya congkak, seperti daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa.
Cara permainan dalam congkak melibatkan kemampuan anak dalam mengenal bilangan seperti halnya dalam setiap lekukan yang harus di isi dengan 5 buah batu/kerang. Pengenalan konsep penjumalahan, pengurangan, perkalian dan pembagian terlihat dalam proses memainkan permainan ini.
Permainan
ini dilakukan oleh perempuan baik anak-anak maupun dewasa dan merupakan
pengisi waktu senggang. Pemain berjumlah 2 (dua) orang. Alat permainan
terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu dengan ukuran panjang 80 cm,
lebar 15 cm dan tinggi 10 cm. Pada kedua ujungnya terdapat logak
yaitu lubang yang tidak tembus berbentuk seperti setengah bulatan bola,
bergaris tengah 10 cm. Kedua lubang itu disebut indung atau lubang
induk. Antara kedua indung terdapat dua deret lubang berukuran lebih
kecil, kira-kira berdiameter 5 cm dan setiap deret berjumlah 7 lubang.
Alat tersebut dilengkapi dengan biji-bijian untuk pengisi lubang-lubang
congkak, biasanya berupa biji asem, sawo atau biji tanjung. Di daerah
pesisir biji-bijian itu diganti dengan kewuk atau kulit kerang.
Cara
permainan congkak yaitu setiap lubang diisi tujuh butir sehingga
seluruhnya memerlukan 98 butir (dua deret x 7 lubang x 7 butir). Pada
umunya bermain congkak dilakukan sambil duduk bersimpuh di atas lantai
saling berhadapan dengan lawannya dan masing-masing menghadapi sederet
lubang congkak. Tidak ada ketentuan lubang mana yang pertama diambil,
tetapi keduanya sama-sama meraup biji-biji yang ada pada salah satu
lubang pada deretan yang dihadapinya. Selanjutnya diisikan pada setiap
lubang masing-masing sebutir. Arah pengisian seperti arah jarum jam
yaitu dari kanan ke kiri, sehingga lubang induknya terisi juga sebutir
dan satu buah lubang menjadi kosong. Permainan dilanjutkan untuk yang
kedua kali. Kedua pemain meraup kembali biji-biji pada salah satu lubang
kecil, lalu diisikan pada lubang lainnya. Pengambilan biji kali ini
perlu seteliti mungkin karena lubang yang diisi tidak hanya miliknya,
tetapi juga milik lawan dan kemungkinan biji terakhir jatuh pada lubang
kosong. Bila ternyata demikian dalah seorang pemain kalah dan untuk
sementara ditunda permainannya. Tetapi bila keduanya sama-sama cerdik
artinya tidak ada yang mengisi lubang kosong, permainan dilanjutkan
hingga salah seorang dinyatakan kalah.
Pemain
yang lain melanjutkan permainan dan berusaha agar dapat mengisi lubang
induk sebanyak-banyaknya dan tidak mengisi lubang kosong. Biji milik
lawan dapat menjadi miliknya dengan cara nembak yaitu biji terkahir
jatuh pada lubang yang kosong dan secara kebetulan lubang di depannya
penuh dengan biji, maka biji itu dapat diambil dan mengisi lubang
induknya. Dalam hal ini kejujuran pemain turut menentukan, karena bisa
saja berlaku curang dengan memasukkan dua biji sekaligus dalam satu
lubang, bila pengisian telah mendekati lubang kosong. Permainan terus
berlanjut dengan saling bergantian dan baru berakhir setelah lubang
salah seorang pemain kosong.
Bila
permainan akan dilanjutkan pada babak berikutnya, lubang-lubang kembali
diisi. Kemungkinan terjadi lubang salah seorang pemain ada yang kosong
karena biji miliknya terambil oleh lawan yang disebut pecong dan hal itu merupakan kekalahan. Namun, bila pada deretnya masih terdapat biji-bijian dinyatakan meunang papan
dan dia akan menjadi pemain pertama pada permainan berikutnya.
Permainan congkak tidak mempunyai bats waktu, dapat dilaksanakan
berulangkali dan kapan saja.
Nilai
budaya yang dapat diambil dari permainan congkak yaitu ketelitian,
kecerdasan dan kejujuran. Ketelitian dituntut agar ketika memasukkan
buah congkak tidak salah, seperti salah memasukkan buah congkak ke
lubang induk pemain lawan, atau kesalahan-kesalahan lain. Kecerdasan
dibutuhkan agar seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut. Dan
nilai kejujuran diharapkan agar masing-masing pemain bersikap sportif,
dan tidak menipu lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan lengah.
Sumber: Direktorat Permuseuman. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman. http://melayuonline.com/ind
Sumber Gambar : bagrezhumaneater.blogspot.com , debookbug.blogspot.com
Sumber gambar : http://kebudayaanindonesia.net/media/images/upload/culture/congkak3.jpg
0 komentar:
Posting Komentar